Langsung ke konten utama

Postingan

Featured post

Agama Penghambat Kemajuan, benarkah?

Baru saja membaca komentar di salah satu forum yang saya ikuti soal agama menghambat kemajuan. Isu lama yang kembali diangkat. Dan well, saya bersimpati pada yang menulis karena baginya, agama tak lebih sebagai hambatan. Agama dipersepsikan sebagai kekangan yang membuat sebuah bangsa menjadi sulit untuk maju. Baginya, agama adalah sebuah kesalahan. Padahal kenyataannya tidak begitu. Islam itu way of life, bukan tembok yang menghalangi kreatifitas. Islam adalah tuntunan untuk menjalani rutinitas dalam ketaatan kepada Allah. Selama itu baik, bermanfaat, tidak bertentangan dengan larangan Allah pada hal-hal yang telah jelas keharamannya, Allah memperbolehkan hambanya untuk melakukannya. Pada hal-hal yang demikian Rasulullah dalam haditsnya menyebut sebagai rahmat Allah bagi hamba-Nya. Lihat saja sebagai contoh, pekerjaan meneliti di laboratorium, untuk mencari kemaslahatan di bidang sains, atau melakukan perjalanan antar planet sekali pun, tidak ada larangan Allah terhadap hal demi
Postingan terbaru

Ikhtiar Santri di Tengah Wabah Corona

Beberapa waktu lalu saya telah menuliskan pandangan saya tentang corona di sini . Bahwa menurut saya corona itu tidaklah berbahaya, tanpa izin Allah. Sama seperti batu kecil yang membuat kaki kita terpeleset. Demikian juga sama seperti api, yang sesungguhnya tidaklah mampu membakar. Kita bisa lihat contohnya pada Nabi Ibrahim as. Saat itu Allah berfirman: قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim" (QS. Al Anbiya ayat 69) Api menjadi panas karena diperintahkan Allah. Api pun dapat menjadi dingin jika mendapat perintah dari Allah. Batu kecil juga sama. Begitu juga corona, menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah terhadapnya. Yang berarti bukanlah coronanya yang berbahaya, melainkan kuasa Allah di atas corona tersebut. Karenanya, corona hendaknya menjadi momentum untuk berbenah diri, menyadari kealpaan selama ini. Bukan justru sebalik

Corona itu Biasa Saja!

Dalam satu sesi belajar, santri bertanya pendapat saya tentang Corona. Saya sampaikan, bahwa Corona setipe dengan batu kecil yang membuat kita terpeleset, lalu meninggal dunia. Santri itu bingung. Saya melanjutkan. Batu kecil yang menjadi sebab kita terpeleset, sesungguhnya tidak mampu membuat kita terpeleset. Namun jika Allah menghendaki, dengan sebab itu pula kita bisa meninggal dunia. Begitu pula Corona. Apa yang bisa ditimbulkannya jika Allah tidak menghendaki? Bahkan api pun tidak dapat membakar tubuh Nabi Ibrahim as kala Allah memerintahkannya agar tidak panas bagi Rasul-Nya itu. Tatkala Corona mewabah, ia sama saja seperti hal-hal itu. Bukankah sesuatu dapat terjadi jika Allah menghendaki? Bukankah semuanya terjadi dalam ilmu Allah? Atas taqdirnya pula? Kita telah menghadapi hal yang serupa pada 2004 lalu. Saat Allah menghendaki air laut yang tenang tiba-tiba tumpah ke daratan. Apa yang bisa dilakukan laut, makhluk Allah yang biasanya jinak, tempat ki

#selfnote: 25122016

Ke arah manapun kita melihat, dalam situasi apa pun, baik senang maupun sedih, jangan lupakan bahwa tidak ada apa pun yang dapat terjadi melainkan atas kuasa Allah. Maka terimalah segala yang Allah berikan dengan hati yang lapang, penuh syukur dan ikhlas, bersembunyi dan menghindar dari segala pujian yang tidak patut, sambil terus memperbaiki diri dan mengisinya dengan hal yang baik, untuk mendapatkan ridha-Nya terus, dan terus hingga akhir hayat. Bila hati tertaut dan terus berharap pada Allah semata, maka pentingkan penilaian Allah, tinggalkan harap dan nilai dari manusia. BandaAceh, 25 Desember 2016 04:22 WIB

Tentang Sepi

Ada orang mengatakan, tanpa keramaian hidup tidak berwarna. Padahal mereka hanya tidak tahu bahwa bagi sebagian yang lain, keheningan itu ramai, diam itu berbicara. Ramai justru kuburan, bicara bahkan kadang-kadang tidak asik! Melangkah dalam hujan sendirian seperti katanya Rowan Atkinson itu menarik,  tentang bagaimana sepi menjadi syahdu dalam rintik air hujan, menyatu dan menghapus air mata. Melangkahkan kaki dengan muka tertunduk tanpa ada yang bisa menerka apa isi hati. Atau berjalan sendirian di bawah lampu malam, lalu duduk di sudut kota sambil menggerakkan jemari, memainkan hp dan membalas pesan-pesan yang seharian terabaikan. Sepi itu ramai, ribut, dengan kata-kata yang tidak terucap. Sepi itu unik, merangkai imajinasi hingga ke tingkat yang tertinggi. Tapi benar, sepi itu berbahaya. Ada setan lalu lalang dan terus membisikkan pada kejahatan. Dia perlu untuk ditendang jauh, agar jangan sampai membajak diri, dan juga hati. Selamat menikmati sepi, penikmat hening! #

Saya ngeblog untuk siapa?

Untuk diri sendiri. Ini lucu. Kadang-kadang ide muncul begitu saja. Bergumam dalam batin rasanya seperti membiarkan bus-bus lewat tanpa dihentikan untuk ditumpangi, padahal sedang ingin menempuh perjalanan. Bus-bus itu lewat begitu saja. Bukannya kalau dihentikan lalu naik bus, busnya jadi lebih bermanfaat? Seperti itulah kira-kira. Kadang-kadang lintasan ide yang muncul ini saya tangkap lalu tuliskan dalam google keep di handphone, aplikasi khusus dari google yang selalu membantu saya mengabadikan catatan-catatan kecil pribadi, bagaikan buku notes saku. Tapi jika ada waktu luang, seperti saat ini, jam 04:35, saya tuliskan saja apa saja yang terlintas dalam fikiran. Seperti tulisan ini. Apakah tulisan seperti ini layak untuk dibagikan? Kalau untuk ukuran surat kabar, tentu tidak. Tapi untuk mengisi waktu pada pagi buta seperti ini, saat kantuk tidak kunjung datang, maka menulis hal nggak berguna seperti ini memberikan saya sedikit kesibukan. Tapi serius. Saya menulis di b

Cerita Seram

Pukul 01:06 dini hari. Tadinya mau nulis soal ribut-ribut demo Ahok 4 November besok, udah jalan satu paragraf, tapi suara tangis anak-anak di kamar sebelah bikin nggak konsen . Mungkin ada kejadian apa, pemukulan, histeria, jatuh, atau apalah, tapi makin lama suara tangisnya kok makin kencang saja. Saya keluar kamar dan tinggalkan notebook yang masih dengan Microsoft Word terbuka. Selidik kiri kanan, rasanya asal suaranya dari lantai dua dekat kamar mandi. Setelah lihat ada anak kelas 6 di luar kamar, saya jadi mikir ada kejadian serius ini. Bukan lagi suara misteri seperti dulu. Suara nangis juga, jam 2 malam, malam Jumat saat itu. Saya cari kemana-mana suara nangisnya pindah-pindah terus. Dari kamar mandi asrama yang satu ke kamar mandi yang lainnya. sampai terakhir pindah ke atas loteng. Ya sudah, akhirnya saya biarkan saja. Mungkin yang nangisnya lagi perlu sendiri di situ. Tiba di depan kamar, saya tanya sama yang di luar, "Ada apa?" "Kayak kerasukan gitu u